Membaca dan menulis adalah budaya masyarakat berpendidikan yang disebut literasi. Secara harfiah literasi diartikan sebagai kegiatan membaca dan menulis. Masyarakat yang memiliki budaya literasi tinggi selalu aktif mengambangkan diri menambah ilmu dengan membaca, kemudian rajin menyebarkan ilmunya, kalau tidak dengan diskusi mereka akan menuliskannya.
Bayangan saya kembali ke masa-masa ketika saya aktif di sekolah. Semestinya, guru itu rajin membaca buku, menulis dan mengajak siswanya untuk selalu rajin membaca serta menulis. Kapan saja dan di mana saja, pandangan banyak orang akan mengatakan kalau pasangan berbeda generasi itu pasti bergelut dengan buku. Aktivitas membaca dan juga menulis adalah dunia mereka. Pandangan umum itu bisa benar dan bisa salah. Aktivitas membaca dan menulis adalah aktivitas nyata yang masih selalu perlu terus dikembangkan.
Terutama pada guru, apabila mereka malas membaca dan menulis, apalagi siswanya. Apakah benar guru selalu rajin membaca? Bagaimana gambaran dari budaya membaca di kalangan guru? Apakah guru-guru kita juga rajin menulis? Bagaimana guru menulis dan memublikasikan tulisannya? Ini yang harus dipermasalahkan. Setelah itu barulah dengan komprehensif kita bisa melihat bagaimana para siswa diajari untuk membaca dan menulis sebagai sebuah kecintaan. Budaya literasi ini banyak dirasakan kurang menonjol sehingga muncul berbagai macam pola penggiat literasi di luar sekolah yang akhirnya juga bergerak masuk ke sekolah. Mereka kelompok-kelompok relawan.
Serius saya mengatakan, guru lebih banyak membaca buku-buku yang memuat materi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Waktu mereka juga tersita untuk segala macam persiapan mengajar. Itu saja sudah melelahkan. Kesempatan untuk membaca buku-buku lain, secara jujur, masih jauh dari harapan. Berdiskusi pun juga membahas tentang hasil bacaan mereka, mungkin belum waktunya dipertanyakan.
Apakah guru-guru sudah terbiasa menulis? Menulis apa saja, baik yang bersifat ilmiah ataupun non-ilmiah. Saya rasa ini belum membudaya. Paling-paling, guru akan terlihat serius seperti “kejar tayang” kalau mempersiapkan makalah atau karya ilmiah sesaat mau kenaikan pangkat. Setelah itu pun terlupakan. Kegiatan menulis sehari-hari pada guru di dunia sekolah belum saatnya diacungi jempol. Ini sebuah refleksi yang perlu. Sadar atau tidak sadar, kondisi yang ada pada guru tersebut memberi pelajaran yang melekat pada siswa. Logikanya, kalau guru tidak biasa menulis mana pernah kita bisa mengharapkan siswanya rajin menulis. Guru yang harus mengawali satu perubahan dalam hal tulis menulis.
One thought on “Mengembangkan budaya literasi”