Hidup ini sangat terbatas. Saya tidak bisa menentukan nasib, kecuali hanya menjalani dan menikmatinya. Semuanya, menurut apa yang disampaikan oleh seorang khotib Jum’at kemarin, ada dan disediakan oleh Allah saja. Sementara manusia tidak memiliki kemampuan menghitung apa saja nikmat yang didapatnya. Nikmat iman dan islam jadi nikmat yang sangat besar nilainya. Setiap hari yang kita jalani merupakan pembelajaran yang baik dan harus dijadikan sebuah catatan. Makanya, saya perlu menetapkan hati, bahwa kegiatan menulis yang saya lakukan ini adalah sarana “hijrah”. Dengan ini saya tidak merasa perlu meratap.
Langkah demi langkah dalam hijrah itu seiring dan sejalan dengan kata demi dalam tulisan.
Semuanya sudah sangat jelas. Baik atau buruknya hidup yang saya juga merasakan, ini harus dikembalikan lagi kepada asal-usul kejadian, agar semua dijadikan sarana ujian keimanan. Saya perlu menuliskan. Kata-kata yang saya rangkai adalah jejak-jejak yang bisa ditelusuri sampai di mana posisi saya dalam berjihad di jalan Allah. Saya berusaha menghindari semua sembahan selain Allah. Dengan menulis akhirnya saya mengenali diri sendiri dan semakin dekat kepada kecintaan dan ridlo Allah. Semoga.
Saya tahu rasa “prihatin” yang disampaikan seorang sahabat lewat pesan di messenger. Ia mungkin merasa cemas dengan nasib yang saya alami. Namun, kalau saya tak mau menempuh jalan hijrah ini, saya khawatir nanti tak bisa lagi meraih kemenangan yang sudah dijanjikan. Hanya dengan menulis seperti ini, minimal hati saya bisa lebih kuat dan pikiran saya bisa lebih tercerahkan.
Inilah jalan hijrah yang saya tempuh.