Bukan perubahan biasa

Aku sudah berusaha. Perjalanan hidup yang aku hadapi bukan yang biasa, yang sederhana saja orang bisa melaluinya tanpa beban apa-apa. Meski sudah melalui masa anti-klimaks, aku masih harus berusaha menguatkan pertahanan hati dan kesabaran diri. Mereka yang aku hadapi adalah orang-orang sulit, dan aku harus bertemu dengan mereka setiap harinya. Lengkap, mereka termasuk psikopat dan paranoid yang maunya menjadikan aku sebagai korban.

Banyak yang berpikir kalau sekolah adalah lingkungan yang aman secara psikologis. Tidak. Tempat kerjaku sebagai tenaga pendidik ini ternyata dijadikan ‘tempat sampah’ oleh birokrat yang mencari keuntungan pribadi dengan cara menjadi makelar jabatan. Posisi sebagai kepala sekolah juga bisa dibeli. Inilah asal mula dari serangkaian ujian-ujian hidup yang menghadang di perjalananku. Selama tiga tahun aku berhadapan dengan kepala sekolah yang telah berusaha membunuh karirku, bahkan kepala sekolah telah berusaha mati-matian untuk memindahkan aku dari sekolah. Teman-teman guru menjadi saksi yang tidak berusaha untuk meluruskan persoalan ini.

Karena sikap dan perbuatan yang tidak menyenangkan itu menimpa aku, maka aku merasa wajar untuk mencoba menambah kekuatan spiritualku. Aku tidak lari ke siapa-siapa. Seperti deadlock. Komite sekolah pun tidak terlalu mengindahkan persoalan gawat ini. Enjoy saja mereka menikmati suapan-suapan fitnah tentang diriku. Aku disebut orang stress, orang bodoh atau orang gila oleh kepala sekolah. Ungkapannya sudah terbuka di depan banyak orang. Siapa lagi yang bisa membantu aku? Allah. Begitu yang aku yakini.

Aku percayakan semua perubahan ini kepada yang Maha Pencipta. Lain tidak. Teman-teman sendiri, karena diam dan tidak berani, sudah menjadi korban juga. Sekitar 37 orang, bahkan lebih. pernah menerima perlakuan tidak menyenangkan. Sungguh merupakan kejadian luar biasa.

Perubahan yang terjadi pada diriku adalah bertambahnya keimanan. Dari waktu ke waktu aku tampak lebih peduli dengan urusan keimanan. Aku tak mau goyah. Seperti anjuran teman-teman, aku diminta untuk berdoa, sebab doanya orang yang teraniaya dikatakan mudah dikabulkan. Aku berdoa juga. Sudah saatnya kemungkaran itu terhapus dari dunia sekolah. Kasihan nasib siswa-siswi. Mereka terlantarkan.

 

Advertisement

Gambaran tentang “Character Building”

Dunia pendidikan sekarang tengah menyoroti pentingnya Character Building di sekolah formal.  Setidaknya, meskipun masih dalam wacana, pemikiran kita langsung menyusun beberapa pertanyaan kritis seperti:

  1. Benarkah kita benar-benar memerlukan program pengembangan karakter ini?
  2. Sejauhmana lingkup pendidikan dan pembentukan karakter ini?
  3. Bagaimana dengan pendidikan kewarganegaraan?
  4. Masih kurang lengkapkah pendidikan agama yang ada di sekolah?
  5. Tidak layakkah pramuka, PMR dan pendidikan ekstra lain di sekolah untuk memberikan wadah pembentukan karakter di sekolah?
  6. Entah gagasan apa yang ada di dalam benak para pakar pendidikan ketika program pembentukan karakter itu dimunculkan?
  7. Bagaimana karakter para penggagas program pembentukan karakter?

Pesan untuk mereka yang belajar bahasa Inggris

Cukup banyak orang yang menjadi bangga, sangat bangga ketika mereka belajar bahasa Inggris dan mampu menggunakannya. Sementara itu, tidak sedikit jumlahnya orang yang sama sekali tidak merasa senang ketika harus belajar bahasa Inggris. Kelompok kedua ini sering kali tidak sanggup untuk merasa bangga ataupun senang dengan hasil belajarnya.

Dua perbedaan yang saya sebutkan di atas sangat wajar dan mudah ditemui di mana saja. Bahasa sebagai internasional telah dijadikan motivasi belajar yang tidak terlalu ampuh untuk mendorong kemajuan belajar. Kegunaan bahasa tersebut di dunia kerja, yaitu setelah mereka lulus sekolah nantinya pun tidak membuat banyak orang tertarik untuk benar-benar menekuni bahasa asing tersebut. Pada kenyataannya, mereka yang belajar bahasa Inggris tidak pernah mau menggunakannya baik di dalam maupun di luar kelas. Di sekolah, bahasa Inggris juga sama sekali tidak digunakan sebagai alat komunikasi antara guru dan siswa.

Kondisi pembelajaran bahasa Inggris selama ini memang dirasakan cukup memprihatinkan, terutama di kota-kota kecil, apalagi di pelosok daerah. Sangat jarang ditemui orang yang mahir berbahasa Inggris, meskipun masa belajar mereka sudah lebih dari enam tahun. Benar-benar mengenaskan. Para pelajar seakan melupakan begitu saja apa-apa yang mereka pelajari di kelas bersama bapak dan ibu guru mereka.

Sederhana pesan saya kepada mereka yang tengah rajin belajar bahasa Inggris di mana saja: “Pelajarilah bahasa Inggris untuk segera memakainya sebagai alat komunikasi di antara sesama. Kecuali mau menggunakan sebagai alat komunikasi, maka belajar bahasa apa saja akan sia-sia. Perlu kiranya kita mencari tambahan motivasi yang mendorong kita untuk tahu dan meyakini tujuan kita belajar bahasa Inggris tersebut.”

Membaca tulisannya pertama di website

Reaksi pertama saya ketika seseorang sebuah artikel di sebuah website yang sudah saya tinggalkan adalah “Ah….!” Tidak pernah saya bayangkan orang yang mengusir saya dari website sekolah ini menuliskan artikel tentang sekolah dan pengembangan sekolah yang dipimpinnya. Tulisan narsis tentunya! Pikiran saya mendadak mengambil sikap sinis, tak bisa saya bendung lagi. Mata saya serentak merayap, menggerayangi kata-kata yang digunakan untuk menggambarkan pola kepemimpinan yang diyakini oleh penulis artikel pendidikan berjudul: “Disiplin kunci kesuksesan.”

Entah kenapa juga saya harus mendapati kesalahan konsep yang agak fatal pada kata kunci yang bermakna di dalam kutipan berikut.

Dan kita yakin kalau seluruh stick holder madarasah ini, mau komit dan konsis dalam menerapkan disiplin….klik

Begitulah. Menjadi guru bahasa terkadang sukan repot untuk memperhatikan bagaimana saya sendiri dan orang lain di sekitar menggunakan tutur kata yang bermakna. Kesalahan boleh terjadi, cuman kalau tidak menyadari bisa fatal akibatnya. Apalagi posisi penting di lembaga pendidikan, bisa tidak bisa memiliki ada cross-check yang menunjukkan kepedulian.

Sulitnya bersabar jika kurang berilmu

Dalam perhitungan matematika dan statistik, ada korelasi langsung yang saling mempengaruhi antara kesabaran dan ilmu yang dimiliki seseorang. Kesabaran bisa menjadi sebuah strategi berkualitas untuk melewati rintangan, dan jalan menuju sukses dalam berilmu. Kesabaran inilah yang menjadi ujian terberat bagi nabi Musa selama mengikuti orang alim yang ditunjuk Allah menjadi gurunya. Baru proses perploncoan saja nabi Musa ditentukan tidak boleh banyak usil terhadap apa saja yang dikerjakan calon gurunya. Selama bisa berdiam diri untuk tidak banyak berkomentar, nabi Musa boleh terus mengikuti sang alim tersebut. Namun, begitu aksi orang tua mendapatkan celaan dari nabi Musa, dia tidak akan diterima menjadi murid. Semua formulir atau mungkin uang pedaftaran akan dikembalikan.

Kesepakatan ini tidak bisa diganggu gugat. Perploncoan dimulai dengan satu perjalanan yang agak panjang. Mereka menyusuri pantai, berjalan dengan tujuan yang tidak diketahui,  dan kemudian naik perahu nelayan yang sedang berbaik hati kepada mereka bertiga untuk memberikan tumpangan menuju sebuah negeri di seberang sana. Semua ongkos perjalanan tidak perlu mereka keluarkan. Namun, karena mereka menumpang perahu orang lain, mereka pun perlu tahu diri untuk membantu ini dan itu dalam perjalanan tersebut. Akhirnya, perahunya siap berlayar. Situasi pelayaran dirasakan aman dan terkendali.

Perjalanan di atas laut dirasakan cukup nyaman. Tidak terlalu banyak yang dibicarakan oleh mereka yang berada di atas perahu kecuali masalah-masalah yang terkait dengan persiapan layar atau pengendalian laju perahu. Nabi Musa selalu berharap-harap akan diberi sedikit pelajaran penting selama berlayar oleh orang tua yang alim itu. Sebagai murid yang cerdas, dia merasakan kalau kondisi seperti terlalu menyia-nyiakan waktu. Sesekali ada keinginan untuk memancing percakapan yang menjurus, namun selalu saja tidak terlalu membantu. Sikap orang tua itu kelihatan tegas bahwa pelajaran belum akan dimulai pada saat itu.

Pada tengah hari, perjalanan ini tampak akan segera berakhir. Di kejauhan sana samar-samar telihat bayangan gelap yang menjadi pertanda sebuah daratan yang luas terbentang. Pemilik perahu juga mengatakan bahwa di depan itu adalah sebuah kerajaan besar dengan kemakmuran negeri sangat terkenal. Raja yang memimpin kerajaan, dan seluruh rakyatnya, masih menganut kepercayaan animisme lantaran belum mendapat petunjuk untuk menyembah Allah yang Esa. Pasukan kerajaan itu sangat kuat, tidak ada yang bisa mengalahkan kekuatan mereka. Kerajaan-kerajaan lain di sekitarnya takluk dan harus membayar upeti untuk menambah kemakmuran sang raja. Setiap kapal yang singgah di negeri tersebut juga akan diperiksa, digeledah seluruh perbekalannya. Tidak peduli siapa pemiliknya, apabila kapal atau perahu yang melewati perairan di kerajaan kelihatan bagus, pasukan kerajaan selalu akan menyitanya. Kapal dan perahu yang bagus hanya untuk sang raja.

Tiba-tiba mereka semua melihat bayangan perahu dengan simbol kerajaan. Munculnya perahu ini seperti tidak menyenangkan si pemilik perahu, yang tampak pada perubahan raut wajahnya. Sementara itu perahu itu semakin mendekat. Kegelisahan pemilik perahu dijawab langsung dengan gerakan tangan kuat orang tua yang membabi buta merusakkan dinding perahu dengan sebuah senjata tajam. Pemilik perahu diam saja melihat ini, tetapi nabi Musa yang marah melihat orang tua itu merusak perahu hingga bocor. Mereka semua sibuk menutupi dinding perahu dengan apa saja agar air laut tidak masuk dan menenggelamkan mereka semua.

Engkau tidak akan bersabar bersamaku!

Ini sebuah kisah yang direkam secara khusus di dalam Al-Qur’an. Sudah sangatlah banyak orang yang membaca kisahnya—perjalanan Nabi Musa yang belajar sebuah keilmuan kepada seseorang yang misterius, sebab dianggap lebih berilmu. Padahal, pada saat Nabi Musa ditanya oleh kaumnya, bani Israil, tentang siapa orangnya yang dianggap paling pintar, paling sholeh dan  alim di kalangan bani Israil pada saat itu, Nabi Musa sudah terlanjur menyatakan dirinya saja yang bisa dikatakan memiliki ilmu tinggi. Lantaran posisinya sebagai seorang nabi yang sudah  bisa melibas kekejaman Fir’aun, Nabi Musa juga berkeyakin bahwa dia bisa menjadi orang yang paling sholeh.

Membanggakan diri sebagai yang orang paling pintar ternyata menjadi sebuah larangan dalam beragama. Menyatakan diri sebagai orang paling berkuasa, paling dicinta Allah juga dianggap sebagai dosa. Teguran Allah pun kemudian datang kepada Nabi Musa. Sikap ujub seorang nabi ini kemudian harus ditebus dengan melakukan sebuah perjalanan menemui seorang alim yang tidak tahu dimana rimbanya. Inilah sebuah tugas belajar yang pertama kali diberikan kepada seorang nabi.

Nabi Musa mempersiapkan semua perbekalan yang berguna dalam tugas belajarnya. Dia mengajak salah seorang sahabatanya untuk membawakan perbekalan tersebut. Ada sebuah petunjuk yang tidak sewajarnya bahwa nabi Musa harus berhenti di sebuah tempat dan mencari orang alim yang akan menjadi gurunya apabila ikan kering yang juga menjadi bekal perjalanannya mendadak hidup dan bergerak menuju bentangan air laut yang memiliki dua rasa–asin dan tawar. Di sanalah nabi Musa akan menimba ilmu tinggi, yaitu ilmu yang tidak menjadikan manusianya congkak, sombong dan angkuh. Begitulah cerita bermula.

Perjalanan panjang yang ditempuh oleh dua bersahabat sangat membuat mereka lelah.  Mereka merasa perlu beristirahat dan menikmati bekal yang bisa mengenyangkan. Setelah puas dan merasa kenyang mereka beristirahat. Dalam lelap beristirahat, sesuatu yang luar biasa terjadi di depan mata sahabat nabi Musa. Onggokan duri ikan yang berserakan di atas tanah, tiba-tiba menyatu dan menjadi ikan yang hidup. Ikan ini bisa bergerak gesit, dengan cepat menuju permukaan air laut. Kejadian ini tidak diberitahukan kepada nabi Musa yang kelihatan sangat lelah, sedang tidur dengan nyenyak.

Perjalanan dilanjutkan setelah mereka berdua cukup beristirahat. Sambil berjalan, cerita ikan yang secara ajaib berubah hidup menjadi pembicaraan. Dengan kaget dan gusar nabi Musa berkata, “Kenapa tidak engkau ceritakan sedari tadi?! Kita harus kembali ke tempat itu lagi sekarang. Tempat itulah yang sebenarnya kita cari selama ini. Kita tidak akan pernah berhenti selama kita belum melihat kejadian luar bisa seperti yang kamu ceritakan.” Mereka berjalan cepat menuju sekolah baru untuk nabi Musa. Belum diketahui siapa kepala sekolah atau guru yang bisa menerima pendaftarannya. Kurikulumnya juga tidak mendapatkan sertifikat ISO yang setara dengan standar kurikulum yang digunakan di sekolah-sekolah yang mengaku berstandar internasional.

Akhirnya nabi Musa bisa mengakhiri perjalanannya. Dia sudah mendapatkan sekolah baru, kepala sekolah baru dan guru baru. Meskipun tidak menuliskan formulir pendaftaran, nabi Musa berjalan menemui gurunya agar diterima sebagai murid serta mendapatkan pelajaran-pelajaran yang berguna. Orang yang ditemui memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan keterangan dalam tugas belajar. Orang inilah yang dikatakan lebih alim dari nabi Musa.

Serta merta didekatinya orang alim itu, dan nabi Musa lalu menyampaikan apa maksud kedatangannya, memintanya untuk menjadikannya murid agar diajari berbagai ilmu. Tanggapan dingin terlihat dari pancaran wajah orang tua itu. Dia seperti tidak mendengar, atau sepertinya sengaja tidak telalu menanggapinya. Permintaan untuk dijadikan murid itu berulang sampai tiga kali sampai kemudian orang alim sedikit merespon. “Wahai anak muda. Engkau ini adalah pimpinan bani Israil yang terkenal cerdas dan mendapat berkah dari Allah. Bagaimana bisa engkau meminta aku mengajarimu suatu ilmu, yang meski sesederhana apapun?” Ucapan ini menunjukkan sikap yang enggan pada orang tua tersebut. “Tetapi ini adalah perintah Allah yang tidak saya menolaknya. Saya wajib berguru dengan kondisi apapun. Saya wajib mengikuti kemana pun guru akan pergi sampai akhirnya saya mendapatkan pelajaran yang berharga bagi saya pribadi dan bani Israil.”

Argumentasi orang alim dan calon muridnya itu berlangsung agak lama. Meskipun pada akhirnya orang alim itu mengijinkan nabi Musa mengakuinya sebagai guru, dia memberikan syarat tidak akan terlalu banyak komentar selama perploncoan menjadi murid barunya. Ditambah lagi dengan satu ungkapan darinya: “Engkau tidak akan bersabar bersamaku! Apabila engkau sudah terlalu banyak berkomentar, maksimal tiga kali, terhadap apa saja yang aku perbuat maka engkau meninggalkan aku dan kembali kepada kaummu.” Dari sini, kesepatan ditetapkan.