Dia, yang terlalu banyak omongnya

Bagi orang dalam posisi seperti yang aku alami sekarang, dengan kesulitan hidup dan pekerjaan, banyak omongan justru akan bisa memperparah keadaan. Manusia di sana sini tidak bersimpati. Aku memilih banyak diamnya.

Ada orang yang sangat tidak bersimpati. Dia bahkan tidak peduli. Setahuku dia pula yang ikut memperparah keadaan dari persoalan kerja. Kok tahu? Secara diam-diam aku mulai meyakini apa yang aku katakan sekarang. Makanya, dari apa yang aku lihat adalah bagaimana dia mengumbar omongan. [Padahal, sewaktu jadi guru dulu aku juga banyak omongnya. Bedanya tipis untuk sekarang.]

Kita menjadi semakin peka dengan omongan, terutama ketika masalah bertubi-tubi dan tidak pernah juga kunjung tuntas. Salah satu contoh adalah kita menjadi peka dengan sikap orang lain. Omongannya juga. Apa saja yang ada di sekitar kita lantas menjadi tidak benar. Hati-hati kalau kondisi kejiwaaan semacam ini terjadi.

Tapi aku menyadari kalau situasi semacam ini terasa menyesakkan dada.

Advertisement

Author: Kopi Hitam

"True enrichment does not come through possessing a lot of wealth, but true enrichment is the enrichment of the soul." (Saheeh Al-Bukhari)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: