Orang sering merasa pintar. Karena pintar, apalagi dia berkuasa, nasehat apa saja bisa keluar dari mulutnya untuk memberi masukan kepada orang lain agar mau melakukan hal-hal yang sulit. Ini di luar kewajaran. Orang pintar itu kata-katanya luar biasa.
Kata istiqomah berarti tetap pada pendiriannya. Suatu saat istiqomah bisa dimaksudkan untuk menggantikan konsisten dengan keadaan yang berlaku. Orang yang istiqomah mau menjalani apa saja yang sudah ditetapkannya baik karena sudah dipikirkan, sudah dikatakan, atau sudah dituliskan sebagai pernyataan pribadi. Istiqomah agak berbeda dengan taat dan patuh. Kalau mau membandingkan, istiqomah lebih dekat dan sepadan juga berkonotasi setia. Selebihnya, orang yang beristiqomah berarti sedang menempuh suatu jalan lurus serta tetap menjalaninya sekuat tenaga dan pikirannya.
Mengapa istiqomah itu penting? Sebuah ikrar tanpa pembuktian itu sia-sia. Sikap diri, pikiran dan perbuatan orang menempuh jalan kebenaran harus sejalan. Tidak boleh ada penyimpangan sedikit pun. Iman, misalnya, selalu bersambung dengan kata istiqomah. Dengan menyatakan diri beriman kepada Allah, maka orang beriman mau tidak mau memiliki sekian banyak kewajiban yang harus dijalani dan larangan yang dihindari. Nilai iman seseorang bergantung pada sikap dan kemauan kuatnya untuk hal ini.
Masalah hidup sehari-hari sangat erat kaitannya dengan urusan beragama. Namun, hukum dan aturan yang dibuat dan dijalani manusia sering kali tidak sejalan dengan agama apa yang dipeluknya. Peraturan manusia bisa saja salah dan tidak adil. Rasa dan pikiran manusiawi yang bergaris lurus dengan hati nurani menjadi tolok ukurnya. Dari sini, penggunaan istilah istiqomah hanya meminjam dari istilah dalam beragama. Niat untuk meminjam kata istiqomah pada dasarnya adalah usaha menakut-nakuti pihak yang diberi nasehat atau perintah. Taat menjalankan perintah atasan sangat berbeda dengan ketaatan beragama.